Sejumlah pakar ilmu komunikasi dan kepemimpinan sering membedakan soal kemampuan mendengarkan ini dalam berbagai tingkatan.
Pertama, kita dapat mendengar (hearing), tetapi sama sekali tidak mendengarkan (listening). Ini hanya berarti bahwa secara fisik telinga kita normal (tidak tuli). Misalnya, saat berada dalam sebuah acara tabligh akbar di kampus, penceramah menyampaikan materinya dan yang lain mendengar tapi tidak sampai mendengarkan. Buktinya, banyak orang sibuk sendiri dengan khayalan dan angan-angannya, yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan ceramah yang sedang disampaikan.
Jadi, secara fisik mereka mendengar, tapi dalam hati mereka berkata "emangnya gue pikirin". Kebanyakan orang yang mendengar tidak pernah mendengarkan, tidak memberikan perhatian penuh. Apa yang mereka dengar tidak mempengaruhi pikiran dan perilaku mereka.
Kedua, kita dapat mendengar tapi tidak sampai mendengarkan, ketika kita memberikan kesan seolah-olah mendengarkan tetapi sesungguhnya tidak.